Ketika benda itu menggeseknya, angin dingin berhembus ke dalamnya. Aku
tidak berusaha mencegah, malah berharap itu jangan berhenti dan
cairannya mengalir masuk ke dalam. Perih..pedih.. kuterima. Aku
kesakitan, tapi aku bertahan. Kian lama, air mata ini habis… darah
mengering, tawa hilang, ria lenyap, semangat pudar dan impian pergi
lari. Perlakuannya meluluh lantakkan semua.
Ketika selesai dia berkata “Non Clarissa.. makanya kalau nggak bisa
naik motor jangan coba-coba sendiri. Begini jadinya” dia, Mang Ajum,
pembantu rumah, menasehatiku yang nakhal ^o^ sambil merapihi P3K dan
obat merah yg dipakainya mengobati luka di kaki-ku.
Aku duduk melantai di halaman rumah, di sisi motor bebek Yamaha Mio
yang terbalik. Semangat dan impian ingin bisa naik motor pun musnah,
kapok deeh.
“Ya sudah, Mamang ajarin aku dunk makanya!” ujarku sambil merengut.
“Boleh, buat Non apa sih yang ‘gak boleh. Tapi.. nggak gratis, hehehe,”
mata tua bangka itu menyapu dari ujung kaki sampai ujung rambut, betapa
nanar tatapannya, terutama pada paha. Aku silangkan kedua tangan di
depan dada, “Mang.. jangan macem2 deh! lagi nggak ada orang nih di
rumah, lagi pada pergi semua khan?”.
“Justru itu Non, e-hehe… huak hak hak hak” tawanya makin mengeras seram dengan seringai yang kian mesum.
“Kyaaa!!! Maaang…” ia menggendongku masuk kamarnya sambil tertawa
gila tadi. Aku yang masih nyeri luka berdarah di lutut hanya memukuli
punggungnya kecil-kecil minta diturunkan.
Dilemparnya tubuh mungil-ku di atas tempat tidurnya yang buluk dan
beraroma tak sedap. Entah takut karena aku sakit kena lukaku atau karena
begitu nafsunya, celana pendek dan celana dalamku disobek-sobeknya.
“Mang Ajuum.. sadar Mang sadar!” kataku sambil tutupi kewanitaanku
yang sedikit berbulu hitam tipis ketika wajahnya mendekat ingin melihat.
“Mamang sadar kok Non, waktu dua hari yang lalu Mamang intip Non gituan
sama pacarnya di kamar juga lagi sadar hehehe” katanya dengan seringai
cabul menang, menang lantaran terkuak rahasiaku olehnya. Tapi kucoba
berdalih, “kata siapa? buktinya apa?”
Dengan tenang, Mang Ajum menguraikan apa yang aku dan pacarku
lakukan, sampai detail gaya yang aku sendiri lupa urutannya karena
sedang ‘fly’. “Tapi Mamang nggak punya bukti otentik khan? Week!” aku
meledeknya dengan leletan lidah merasa menang juga.
“Mamang sih nggak perlu sertakan bukti, ya tinggal lapor Nyonya saja.
Masalah Nyonya percaya atau nggak ya bukan urusan Mamang. Tapi Nyonya
pasti percaya, minimal Non dipanggil.. mungkin nanti dicariin body
guard, pindah sekolah atau bisa juga pacarnya di sidang Tuan dan
Nyonya.. bisa ramai deh hehehe,” sahutnya tenang terlihat menang.
“Memang alasan Mpok Mumun minta keluar itu apa? bukan karena disuruh
suaminya di kampung untuk berhenti kerja Non, karena dia juga udah tahu
Non suka berzinah. Justru Mamang dikasih tahu dia awalnya, beruntung ya
Mamang hak hak hak hak” Mang Ajum menertawakan kekalahan dan ekspresiku
yang semakin lama semakin kalut.
“Karena Mpok Mumun itu santri, dia pilih berhenti. Katanya kalau ada
orang zinah sekitar kita dan kita diam saja, ya kita kena dosanya.
Karena Mamang nggak jalani agama jadi yaah.. Mamang nggak masalah,
justru Mamang mau kenal sama sumber dosa-nya, hi hi hi hi,” imbuh Mang
Ajum menunjuk vaginaku yang kututupi sambil tertawa mesum.
“Gimana.. Non Clarissa yang manis dan caem, hm? Mamang nggak akan
laporin hal Non sama pacarnya itu asalkan.. Heheheheh,” Mang Ajum
mengelus-elus pahaku, aku menepisnya lembut untuk jual mahal sedikit
terakhir sebelum dia membeliku gratis hingga habis. “jangan Maang!”
tangan kiri Mang Ajum mencengkram pergelangan tangan kiriku, begitu pun
tangan kanannya. Aku bergeleng memohon jangan diperkosa pada pria tua
muka vagina pemegang rahasia? hal yang sia-sia.
Mang Ajum tahu aku sudah tak berdaya, ia tuntun kedua tanganku ke
kiri dan kanan agar tidak menutup pemandangan yang ingin dilihatnya,
vagina remajaku. Pipi bersemu merah jambu, kutorehkan wajah ke samping
karena malu. Kedua kaki refleks merapat, namun malah dibentang olehnya
lebar-lebar seperti huruf ‘V’. Tanganku yang ingin menutupi tatapan
laparnya itu langsung ditangkap dan dikesampingkan lagi.
Nafas Mang Ajum begitu menderu penuh nafsu, terasa hembusannya di
vagina. Aku tahu ini pemerasan, aku tahu ini perkosaan, tapi aku juga
tidak menolak jika terjadi, aku horny.. entah mengapa aku hornie. Apakah
karena aku sudah tahu nikmatnya seks, atau karena belum merasakan
orgasme berulang kali lantaran pacarku kurang jantan, atau aku memang
gadis penyuka seks? Mei.. meybi yes meybi no.
Tiba-tiba wajahnya menyuruk selangkangan memangsa kewanitaanku.
“Hemm.. wanyi Non wanyiiii memeknya, leph leph slurp!” aku menjerit
nikmat dan lidah terjulur, sama dengannya, hanya saja kalau aku
menikmati jilmekan, dia terjulur menyusuri seluruh pelosok memiaw.
“Memek itil anak gadis sekarang emang uenak!! Wanyi lagi, umm cuph
Slurp,” celoteh Mang Ajum sambil terus asyik melahap kewanitaan. Aku
merasa banjir sekali di bawah sana.
“Sudah Mang, eMh.. ah.mpun.. henti.. hentikaanh!” munafikku, menampik kenikmatan yang mendera seluruh tubuh.
Benar dia berhenti, “benar Non.. mau sudahan?” tanya dia, sambil sesekali melirik vegi-ku yang banjir bak mata air.
Aku tidak menjawab, wajahku yg horny memerah itu hanya menggeleng tak
tahu harus jawab apa. Kujawab ‘terus’, gengsi.. kujawab ‘sudahan’, nggak
dapat kenikmatan lagi.. gimana dunk?
“Geleng berarti nggak suka, nggak mau Mamang jilatin lagi itilnya? Benar begitu Non?”, aku menggeleng lagi.
“Lho, kok malah geleng lagi, yang mana? sudah banjir begini nih
memeknya, hehehe” ejeknya. “Ya sudah, Mamang nggak jadi maksa Non deh,”
Mang Ajum berpura-pura mau meninggalkanku, padahal dia yakin betul kalau
aku telah terjerat dalam cumbuan maniaknya.
“em-Mm..” keluhku tanpa sadar, kakiku menghentak-hentak lantai, seakan kekasih yang bermanja tak ingin ditinggal pasangannya.
“Lhoo kenapa? ehehehe, katanya Mamang disuruh berhenti Hmm?” wajah-qu kian bersemu.
“Pokoknya Mamang nggak akan mulai lagi kalau Non bilang bahwa Non suka!” katanya memancing gairah.
Gairahku yg masih tidak jelas arah terombang-ambing ini memaksaku untuk buka mulut, “Akuu.. aku suka.. Mang!”.
“Suka apaa?” godanya.
“Suka..ngg suka.. sukaa di jilat kayak tadi”.
“Suka di jilat apanya?” pancing Mang Ajum lagi.
“Aku suka Mamang jilat milikku kayak tadi, cepat Maang lagi!” suruhku yang sudah kehilangan rasa malu.
“Bilang lagi dulu kalau memek Non Clarissa milik Mang Ajum, dan Mamang boleh lakuin apa aja sama memek Non!”.
“…Iyaa… Maang.. Mamang.. Mamang boleh apain aja.. milikku.. cepet Maang!”.
“Boleh Mamang ewek?”.
“Boleeh Maang.. cepat sekarang jilat lagi duluu!” kataku yg sudah horny bunny.
“Siap grak! huak hak hak hak. Sama pacarnya pasti belum pernah dibikin
enak kayak tadi ya Non. Hemm..cup.. cup, Slurp.. Shhrrrrrpp!” dengan
rakus Mang Ajum langsung memperkosa memiawku pakai mulutnya yang hitam.
Ucapan dia tak salah, pacarku memang hanya menang tampan dan mobil
sedan, sebetulnya pecundang di ranjang. Ternyata dia benar-benar telah
melihat seluruh adeganku bersama pacar ter-sayang.
“Iyaah Mang, iYaaah…enaakh..” pinggulku sampai terangkat saking
keenakannya aku, kesempatan buatnya meremas dan mengelus buah pantatku
yang putih sekal dan mulus.
Antara mulutnya dan bibir vagina-ku terjadi tarik menarik seperti
kutub positif dan negatif, “Aaaahhhh Yaah!” aku orgasme, orgasme yang
begitu nikmat. Mang Ajum menyeruput seluruh cairan cintaku dengan rakus.
Tubuhku kembali terjatuh di atas kasur usai orgasme, nafasku Senin
Kamis. “Lho.. siapa yang bilang selesai Non hihihihii..” Mang Ajum
menyelipkan jari tengahnya ke memiaw-ku, lalu mengocoknya gencar.
‘Iyaah Mang, udah Aaaahhh… yes!!!”. Berkat jari mesumnya, aku sukses
dibuatnya lagi orgasme, cairan bening bermuncratan dari liang cintaku.
Makin tak karuan saja bentuknya, menganga lebar terbuka berair bak mata
air.
“Giliran Mamang nih.. udah lama Mamang kepengen rasain gituan sama
ABG. Eeh, dapat juga kesempatan, mana sama Non Clarissa yang udah lama
Mamang taksir ke-ca’emannya lagi hehehe” kata Mang Ajum sambil bernafsu
membuka pakaian lusuhnya bersiap menggauli-ku.
Setelah lepas semua pakaiannya, langsung dia tindih aku yg masih
mengangkang tak menutup jalan nafsu. Ditekan batang penisnya sampai
amblas masuk semua memiaw-ku. Aku mengerang dia melenguh, kami sama-sama
menikmati penyatuan alat kelamin kami.
“Non..ohh.. ookh.. legitnyaa.. memek Non Clarissa yang ca’em..hgg!”
celotehnya sambil menggenjot naik turun gencar. Ranjang kayu alas kami
bersenggama bunyi, ‘kreyot! kreyot! kreyot! lantaran nafsunya dia
menggenjot.
Bunyi kecipak tanda aku menikmati perkosaan. Kakiku menyilang ke
belakang pinggangnya. “Noon… Mam.Mamang mau.. mauuu…” Mang Ajum bergerak
brutal, rupanya aku terlalu seksi baginya sehingga dia cepat sekali
sudah ingin ejakulasi.
“Jangan Maang.. jangan di dalaaam, plis!!!”
“Sebodoo.. teing.Hnggk!” Mang Ajum menggemeratakan gigi-nya yang jarang.
Crooott!! Croroott!! air mani-nya menyemprot deras di liang cinta-qu,
tubuh renta-nya berkelojotan di atas tubuh-qu.
Setelah tak ada lagi yang keluar dan kurasakan penis-nya melunak,
ditariknya keluar perlahan, “Ookh… Non Clarissa udah geulis, memeknya
legit.. enak pisan. Mamang suka sekali Non, Oooh…” komentarnya setelah
berhasil melampiaskan nafsu bejatnya.
“oh iya, Mamang cuma mau ingatin, Mamang eueh bisa naik motor
sebenarnya heheheh. Nanti.. kalau Mamang udah bisa.. baru Mamang ajarin
Non ya, hi hi hi hi hi.”.
(Dasar tua bangka.. pakai bohong segala lagi! kena deh gw digituin),
keluh-ku membatin dalam hati. Mang Ajum kembali mengeejaiku lagi setelah
barangnya ‘bangun’ lagi, hingga kami sama-sama klimaks berkali-kali.
-# #-
Kejadian berikutnya terulang dimana aku masih dalam liburan sekolah seminggu penuh.
Selagi pulas tidur, sesuatu buatku terbangun belum waktunya (Aaa!),
wajah tua mesum Mang Ajum di sela pangkal pertemuan kedua paha,
hembusan nafasnya terasa hangat di kewanitaan, lidahnya yang berliur
menjilat telak bibir kemaluan dan menggelitik klitoris-ku. Kepalanya
terapit di antara kedua belah kaki, pahaku yang terbungkus kulit putih
di elus-elusnya.
Dia menyeringai “eh.. Non Clarissa bangun juga.. ‘met pagi Non! sudah
pada berangkat, Mamang pinjam sebentar memeknya, Slurp!” katanya seenak
hati, lupa apa kalau aku ini majikannya.
“Maang, ah!” masih dalam kondisi ngantuk, kudorong kepalanya. Namun
dia malah semakin bernafsu menyorongkan wajah. Aku otomatis berdesah
dengan kerasnya.
“Umm, Shrrrp! ah… Shrrp! Hemh.. si Non ini sudah cantik memeknya
harum betuul.. Nyam! shrrp! Enak!” giginya yang terlihat menakutkan,
dipakainya menggaruk bibir vegi-ku.
Pahaku ditekannya ke ranjang, ditahan paksa mengangkang seolah sudah
aku pasrah saja. Berikan vagina remajaku untuk dipakai sepuasnya oleh
dia.
Aku menggeleng untuk berucap secara tak langsung kalau aku tak sudi,
tanganku menghalang-halangi wajahnya yang mengendusi vagina. Tapi toh
tetap saja wajah jeleknya itu lolos dan berhasil mencucup gemas. Mungkin
karena penolakanku setengah hati, jadi yang ada hanya permohonan “Maang
sudah!” dariku, tanpa berhasil membendung nafsu perkosaannya pada
diriku.
Kalau sudah begitu, Mang Ajum akan membentang kangkangan kaki putihku
semakin lebar, dan dijilatinya rakus vegi-ku. “Iyahaah” kuremas dan
kutarik sprei kasur hingga awut-awutan tak karuan bagaikan kusutnya
rambut. Tampangku juga sudah semrawut, merah sayu horny menanti orgasme
datang.
Kepalaku bergeleng, “Maang, udahh.. Iyaaahh” Crrt!, crrt!, crrt!.
Tubuhku terlonjak-lonjak, pinggulku terangkat-angkat. Aku orgasme oleh
Mang Ajum pembantu-qu, kacung rumah yang sudah udzur berumur, memalukan
memang, tapi itulah adanya. Secantik apapun wanita, kalau pria memiliki
hati atau menguasai tubuhnya, mereka akan pasrah dan siap jadi pelacur
baginya. Siapapun dia, seperti apapun rupanya.
Aku langsung megap-megap seperti ikan jatuh ke darat. Hanya diam
lihat tukang kebun-ku itu menyeruput jus cinta hingga kering tak
bersisa. Kukira dia puas mengerjaiku, tapi ternyata tidak, dia selipkan
jari tengahnya ke liang cintaku dan dikocokinya sampai bermuncratan
lagi.
Sambil melumat kewanitaanku lagi, kulihat dia melolosi sarung
lusuhnya. Lalu dia berkata, “giliran titit Mamang dibikin enak sama
memek Non Clarisa nih,” ujarnya dengan seringai penuh mesum.
Tubuhku lemas, namun libido ingin terus di manja, dia juga sudah
pernah meniduriku, PERSETANLAH, pikirku. Melihat aku diam tak berontak,
Mang Ajum semakin terburu nafsu menindih, takut aku berubah pikiran yang
jadi menyulitkannya untuk menyetubuhiku.
Dalam hitungan detik, kurasakan kepala penisnya melekat di bibir
kemaluan, “Aaangh.. Awh!” aku berdesis dan menjerit ketika penis panjang
Mang Ajum menyeruak masuk membelah vagina.
(Dasar laki-laki.. sukanya memaksakan kehendak!), batinku.
“Ohook… en-nak.. Non-n!” celoteh Mang Ajum di depan wajahku, lidahnya
terjulur, ekspresinya nggak banget, jelek habis!. Muka hancurnya itu
terpaksa kutatap karena persis berhadapan denganku.
Langsung Mang Ajum genjotku naik turun hingga ranjang terasa tertekan
dalam ketika dia menyodok. Kubiarkan si tua itu mencari kepuasannya, ia
melenguh-lenguh keenakan di atasku. Kakiku yang terkangkang membentuk
huruf ‘v’, seolah restu buka jalan untuknya pesta vagina. Pesta yang
merupakan derita birahi untukku.
Untunglah lekas berakhir, ditandai dengan dia tancapkan penis
dalam-dalam dan muncrat air maninya berkali-kali dalam vaginaku. Tubuh
renta Mang Ajum bergetar nikmat di atas tubuhku, sepertinya surga sekali
yang tengah dirasakan pembantuku itu. Meski sudah tidak keras dan tak
ada lagi sperma yang keluar, dia lama sekali membiarkan penisnya
bersarang dalam liang vaginaku.
Setelah nafas terengah-engahnya usai, baru dia tarik keluar penisnya
yang layu itu perlahan, langsung rebah disampingku dengan nafas memburu
dan senyuman puas. Nafasku juga terputus, namun masih lebih teratur
dibandingnya. Hanya saja aku tak dapat merasakan bagian bawah tubuh dari
pinggul hingga ke kaki. Ku-ulur jari tangan ke vagina apakah masih ada
disana, oh ternyata tetap pada letaknya, hanya digenangi cairan kental
lengket yang terasa di jemari. Ketika kulihat jariku, cairan putih pekat
kental lengket milik Mang Ajum melekat dalam jumlah banyak.
“Makasih Non memeknya.. legit, enak! bikin Mamang ketagihan. Oh iya,
kalau Non mau sarapan.. sarapannya ada di kamar Mamang, Non ambil aja
Mamang tunggu, tapi harus telanjang ya heheheh. Nanti Mamang bikin memek
Non nge-crit nge-crit lagi seperti tadi, hak hak hak hak” tua bangka
ini rupanya belum puas dan ingin mengerjaiku lagi, keasyikan dia dengan
ketidak berdayaanku.
(Hehh.. dasar pembantu mesum! kena lagi deh nanti. Oh my pussy poor u), keluhku dalam hati.
Dan betul saja, ketika kubuka tudung nasi di ruang makan benar
kosong, si tua Ajum itu betul-betul niat menjebakku. Terpaksa aku harus
menuruti perintahnya. Aku digarapnya lagi sampai beberapa kali orgasme,
dan dia sendiri puas mengisi liang vagina-ku dengan air maninya.
-# #-
“Awas Non.. pelan-pelan! Jangan di gas lang,”
Breem!, “eh-eh, aduuh.. pelan-pelan saja Non! hampir motor lompat dan kita nyungsep berdua”.
“Haha, sorry deh.. habis aq belum terbiasa. Iya deh ngerti.. pelan aja yah Mas Umay?”.
Breeem..! Breem..! meski jalan tersendat, motor melaju
semeter-semeter. “Naah, itu bisa Non.. bagus! teruus.. terus! Yak,
cukup!.”
“Yaah, kok udahan?” keluhku dengan wajah merengut.
“Mas disuruh Ibu belanja gantiin Mpok Nunung yang lagi ikut pergi
sama Ibu ke luar kota. Motor mau Mas pakai dulu ke pasar, nanti kita
sambung lagi belajar motor-nya” tandas Mas Umay.
“Ya-ah..” wajahku kian tertekuk cemberut.
Pemuda kacung rumah yang kerjanya memelihara kebersihan kolam ikan..
kolam renang dan kebun itu hanya tersenyum lihatku demikian. Ia lantas
pergi, dengan wajah BT aku masuk ke dalam rumah, di ruang tamu
berpapasan ketemu Mang Ajum yang tengah mengelap meja makan. Ia
menyeringai jelek ke arah-ku, “eh.. ada si Non cantik pemilik memek
wangi hehehe” sapa-nya kurang ajar.
“Jangan sembarang bicara Pak! ingat aku majikan, Bapak pembantu
disini! Kalau sampai kelepasan depan Mami gimana?!” kataku ketus
berekspresi galak.
“Ya nggak-lah Non.. Mamang juga nggak mau rahasia ewek-an kita
ketahuan, rugi nanti Mamang nggak bisa nyelupin titit Mamang ke memek
Non lagi, hak hak hak” sahutnya spontan dengan bahasa yang sama sekali
tidak pantas terhadap majikan. Mana tangannya usil grapeh-grepeh paha
lagi.
“Gimana belajar motornya..bisa? Umay itu Mamang yang suruh ajarin
Non” ujarnya, seakan aku berhutang ‘jasa’ pada kebaikannya “Mang, aah..
apaan sih!” tepisku jual mahal sedikit, meski sudah kena disetubuhi dan
sebenarnya terangsang pada kata-kata kotornya tadi.
Kualihkan pembicaraan saja guna sembunyikan kalau aku horny, “lho..
kok? ayam KFC-ku buat makan siang mana Pak?” tanyaku heran ketika
membuka tudung saji nasi, maksudku tadi ingin makan untuk acuh tak acuh
terhadapnya.
“Oo, ada di kamar Mamang kok Non tenang saja.. sementara Mamang amankan dulu”, tanggapnya santai dengan seringai mesum.
“Mulai deh Mang Ajum!” kataku dengan wajah cemberut, tahu mau-nya.
“Iya Non.. Mamang mulai konak kalau lihat Non Clarissa. Bawaannya
pengen ewek-in Non terus, apalagi pakai pakaian seksi gini hak hak hak
hak.”
Aku lemas, hanya dapat diam, untuk yang kedua kali Mang Ajum
menyandera makananku. Dia langsung menyudutiku ke tembok dekat tangga
sambil menggerayang sekujur tubuh. Remas toket, raba paha, mendaratkan
jilatan dan ciuman ke sekitar leher. Pokoknya daerah sensitif
terangsangku di jajah habis olehnya. Sampai-sampai aku tidak perduli
pada lapar dan tidak sadar kalau tank top dan bra-ku sudah lolos ke
perut, mulutnya jadi pesta pora payudara dan sekitar dadaku.
Rok jeans-ku yang memang sangat pendek juga sudah di lepit ke atas
hingga terlihat celdamku yang warnanya merah marun juga. Jarinya
menggesek-gesek tepat di bibir kemaluan meski sudah kujepit dengan
pangkal paha. Untuk menaikkan sedikit harga diri, aku menghindarinya
seolah-olah menolak dengan berjalan mundur perlahan.
Langkahku terhenti sesaat karena kakiku mengenai anak tangga pertama.
Aku terus menapak ke belakang menaiki anak tangga satu persatu sambil
menahan kepala Mang Ajum agar berhenti mencumbu payudaraku yang sudah
banjir liurnya. Siasatku berhasil rupanya, Mang Ajum nampak kesulitan
mengikutiku naik ke atas sambil ngenyot toket.
Aku terus menapak mundur ke atas, namun ternyata ini yang Mang Ajum
nantikan. Muka mesumnya langsung menukik ketika kewanitaanku sejajar
dengan wajahnya.
“Shrrrp! hemh… Shrp! ahh.. si Non ini, udah cantik memeknya harum
banget.. Shrrrrrp! Ahhh.. beda memek anak orang kaya!” komentar Mang
Ajum di selangkanganku.
Kenikmatan menyebar ke seluruh tubuh, tubuhku pun menghasut kakiku
untuk nikmati jilmekan dengan santai. Langsung saja terasa lemas dan aku
terduduk di atas anak tangga. Mulut Mang Ajum terus memburu, ia ikut
merunduk dan tidak berhenti mengemut vaginaku. Aku merebah ke belakang,
sempat kulihat Mang Ajum tersenyum bangga remeh padaku karena
jelas-jelas aku takluk. Ia semakin merentangkan kangkangan kakiku lebih
lebar, sebagai bukti kekuasaannya bahwa memekku adalah daerah otoritas
miliknya. Terakhir sebelum aku menjerit orgasme, Mang Ajum sempat
menaikkan kakiku ke bahunya.
“Oh Mang Ouhh.. ssSshh,” aku orgasme takluk oleh mulut Mang Ajum,
tubuhku terhentak-hentak sambil kujambak rambut Mang Ajum yang tipis
sedikit beruban.
“Shrrrp! Oh..enak! Shrrrrrrrrp! ahh.. Mamang suka banget sama memek
Non, peju memeknya juga Mamang suka.. Shhrrrrrrrrrrrrrrrrrp!
Shhrrrrrrrrrrrrrrrrrp! Aah.. Shrrrp! Shhrrrrrrrrrrrrrrrrp!,” Mang Ajum
tidak juga berhenti memberikan aku kenikmatan, padahal wajah Mang Ajum
kudorong-dorong maksudnya agar dia berhenti menyedoti vagina-ku yang
sudah habis cairan orgasmenya.
Rakus memang kacungku itu, mau buat vaginaku kering kerontang apa?
“Sudah Maang.. please aku mau mam!” iba-ku.
“Non baru boleh mam kalau Mamang udah selesai!” sahut dia sambil
melepas celananya. Penisnya yang kurus hitam panjang itu mengacung
menantang langit, vagina terasa ngilu seketika melihatnya. Berarti arti
selesai menurut dia adalah vaginaku harus membuat penisnya usai dari
konak sampai dia puas? Ohh no.. my pussy
Mang Ajum memiringkan tubuhku, “ayo nungging Non! memeknya mau Mamang
tusuk dari belakang!” ujarnya membuat liang vaginaku semakin terasa
ngilu, (Owhh.. dia ingin men-doggie ku! Dia ingin menyetubuhiku dari
belakang.. help!), batinku.
Tapi anehnya, meski aku minta tolong dan tidak sudi dalam hati, aku
malah mengatur posisi nungging yang paling seksi, agar pemerkosaku..
kacungku itu Mang Ajum mudah menyenggamaiku. Aneh khan?.
Tidak! tidak aneh.. ini tidak aneh.. ini menyatakan kalau aku hornie
bunny pasrah di gauli layaknya istri pada suami. Siku tangan kutumpu di
anak tangga, lutut menumpu selang satu anak tangga di tengah bawahnya.
Kutengok ke belakang Mang Ajum memandangi nafsu body-ku seraya mengocok
penisnya, dia berdiri di anak tangga tempatku melutut.
Ia lekatkan kepala penis di bibir kemaluanku, ditekannya masuk ke
dalam sekuat tenaga hingga terceluplah kepala penisnya itu. Aku berdesah
seperti orang kepedesan, Mang Ajum meracau ke-enakan “Okh.. jepitan
memek ABG emang beda!” racaunya. Mang Ajum yang ketagihan dengan enaknya
terus menekan penisnya agar terbenam keseluruhan di memiaw-ku.
“Cukup Maang.. nggak perlu semuaa,” rengekku, merasakan liang cinta
remajaku terbelah sedikit demi sedikit. Mang Ajum malah gemas dengan
kata-kataku itu, dengan sengaja dia sentak dengan keras sisa pangkal
batang penis, “AngGH!” erangku lantang.
Sempurna-lah aku bersetubuh dengan pembantu (kacung) rumahku sendiri,
Mang Ajum itu. Dikuasainya tubuh ini, di Raja-i memiawku ini. Aku sudah
pasrah.. pasrah dijadikan budak seks oleh kacung rumah. Aku (Clarissa)
budak seks Mang Ajum kacung rumahku.
Mang Ajum membonceng pinggangku, sambil berpegangan sambil dia genjot
aku, di sodokinya memiaw-ku penuh nafsu. Posisi kami persis kucing
kawin, hanya saja melakukannya di atas tangga melingkar naik ke atas.
Mang Ajum merasa pegang kendali atas tubuhku ketika kutoleh wajah ke
belakang, dia terlihat gagah dan jantan sedang aku serasa jadi
betinanya.
Wajahku sayu pasrah dan kalah, Mang Ajum sebaliknya kian bergairah.
Tangannya sebelah tetap di pinggangku, sebelahnya meremas rok jeans-ku
yang terlepit. Remasan tangannya semakin keras kurasa seiring sodokannya
yang menggila, tubuhku terpental-pental dengan dahsyatnya. Lenguhan dan
racauan jorok Mang Ajum mengenai memiaw-ku bercampur baur dengan
desahan-desahanku.
Mang Ajum menghujam satu sodokan keras seraya mencengkram erat
pinggangku, “Crot Crot!” spermanya menyemprot deras di liang vagina.
Penisnya berkedut seiring geraman.
(Aah.. selesai tugasku. Masa bodoh dengan harga diri! Toh sudah jatuh sejak pertama kali aku kena di entoti), pikirku.
“Makasih Non Clarissa memeknya hehehehe. Maaf Mamang ngentotin Non
terus.. habis Non udah ca’em seksi lagi.. jadi aja Mamang ketagihan
hehehe” ujarnya, memandangiku dengan muka mesum yang puas sambil
mengenakan celana lusuhnya.
Aku hanya dapat menoleh dan memandangnya dengan tatapan tak suka
untuk menaikkan harga diri. “Kenapa Non.. benci ya sama Mamang…? Benci
tapi suka di ewek-in hak hak hak,” Mang Ajum menjatuhkan harga diriku.
“Non kalau ngelihatin gitu malah nafsuin.. seksi. Niih Mamang jadi
langsung konak lagi!” Mang Ajum membuka celana dan memamerkan penisnya
yang ereksi kembali padaku.
Mataku terbelalak, (nambah lagi.. oh no!), batinku dengan wajah memelas.
Dengan gerakan cepat bernafsu, ia langsung ke belakangku lagi, “Mang
udaah.AAAH!!” tanpa sempat mengelak, penis Mang Ajum kembali tertanam di
memiaw-ku.
Mang Ajum tidak asal bicara rupanya, ia sungguh-sungguh bernafsu
menyenggamaiku. Pinggangku diraih dan di angkatnya, aku jadi seperti
terbang saja. Dengan kaki mengambang demikian aku disodokinya dari
belakang.
“AYOO MARAH LAGII!! AYO KESAL LAGII!!!” racau Mang Ajum membentakku seperti orang kesurupan.
Ahh.. baru pernah aku dibeginikan. Belum pernah ada yang
menyetubuhiku sedemikian maniaknya, Mang Ajum si orang tua yang pertama.
Memiawku langsung banjir, Srrr..!!, Mang Ajum pun tertawa brengsek,
sambil menghina sambil terus menyodok. Tubuhku serasa di belah dua, aku
pun tak kuasa menolak orgasme dari-nya. Mang Ajum juga menggeram dan
mengejang. Selesai ejakulasi baru dia menurunkan kakiku, aku pun ambruk
di tangga itu.
“Non Clarissa ca’em-ca’em punya memek senang keluar peju hi hi hi
hi,” Mang Ajum mengejekku, “Whua Non.. memeknya jadi sarang peju Mamang
nih hak hak hak,” lagi dan lagi dia mengejek.
Nona majikan hanya title-ku, sebetulnya aku budak seks pembantu. Ooh…
Tiba-tiba kudengar suara, “apa-apaan ini Pak?!”. Aku refleks menepis
tangan Mang Ajum yang sedang memainkan bibir vaginaku dan merapihkan
pakaian tanpa kutahu itu siapa.
Ternyata Mas Umay, mungkin ini waktu yang tepat untuk meminta
bekingan pikirku. Aku langsung lari ke sisinya setelah selesai
merapihkan pakaian. “Mas Umay… aku diperkosa Mang Ajuum!” keluhku
padanya.
“Kok nggak minta tolong? baru sekali ini atau sudah berkali-kali?” pertanyaan Mas Umay tak sengaja menyudutkanku.
“Sudah berkali-kali.. lha Non Clarissa-nya juga suka di ewek,” potong
Mang Ajum malah dia yang jawab. Pipiku bersemu karena malu.
“Bapak tuh ya.. saya itu menghormati Bapak lantaran Bapak orang tua.
Tapi ternyata begini..!” Mas Umay menceramahi Mang Ajum, rasain!
Kugandeng tangan Mas Umay jadikan dia Pangeran kuda putih-ku.
“Katanya habis ajarin Non Clarissa motor aku boleh ngentotin dia
dulu.. eh tahunya Bapak nyelak!” kata-kata Mas Uway seperti geledek di
telingaku.
(What… sama aja donk lu?), batinku dalam hati. Mas Uway menyeringai
ke arahku, tangannya menelusup masuk rok menggerepeh selangkangan.
Aku berjalan mundur menjauh darinya, “Whuah.. peju sampe luber
kemana-mana gitu. Parah lu Pak, pintar banget gw disuruh belanja.. biar
bisa make’ dulu memek Non Clarissa ya?,” Mas Umay berubah drastis 180
derajat baik dari perkataan maupun ekspresi wajahnya yang tadi baik dan
ramah jadi mesum cabul.
“Hehehe.. tepat sekali, kurang lebih begitu hak hak hak hak” sahut Mang Ajum.
Aku terus berjalan mundur lihat Mas Uway mengikutiku. Mang Ajum juga ikut memburu, kini Tuan seks-ku jadi dua..?? Aaaah
source : http://dinyyusvita.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar