Aku baru menikah, karena suamiku belum punya rumah, kami numpang di
rumah om nya yang duda tanpa anak dan tinggal sendiri. Sebagai pengantin
baru, tentunya aku dan suamiku lebih sering menghabiskan waktu di
kamar. Sayangnya suamiku
tidak perkasa kalo di ranjang. Sering ditengah
permainan, saat aku sedang nikmat2nya suamiku keok duluan. Suatu sore,
sepulang dari kantor, om lupa membawa kunci rumah.
Dia rupanya mengetok pintu cukup lama tetapi aku tidak mendengarnya
karena aku sedang di kamar mandi. Ketika keluar dari kamar mandi, baru
samar2 aku mendengar ketukan pintu. Siapa, pikirku sambil segera
mengenakan kimono dari bahan handuk yang pendek, sekitar 15 cm diatas
lutut. Aku membukakan pintu. Om ternganga melihat kondisi aku yang baru
selesai mandi. Tinggi ku sekitar 167 cm. Rambutku tergerai sebahu. Wajah
ku cantik dengan bentuk mata, alis, hidung, dan bibir yang indah, itu
kata suamiku lo. Karena kimonoku pendek, maka paha dan betis ku tampak
dengan jelas.. Kulitku kelihatan licin, dihiasi oleh rambut-rambut halus
yang pendek. Pinggulku besar melebar. Pinggangku kelihatan ramping.
Sementara kimono yang menutupi dadaku belum sempat kuikat secara
sempurna, menyebabkan belahan toketku yang montok itu menyembul di
belahan baju, pentilku membayang di kimonoku. Aku belum sempat
mengenakan bra. Leherku jenjang dengan beberapa helai rambut terjuntai.
Sementara bau harum sabun mandi terpancar dari tubuhku. Dari samping
toketku begitu menonjol dari balik kimonoku. Om berjalan mengikutiku
menuju ruang makan. Pasti dia memperhatikan gerak tubuhku dari belakang.
Pinggulku yang besar itu meliuk ke kiri-kanan mengimbangi
langkah-langkah kakiku.
“Sori Sin, om lupa bawa kunci. Kamu terganggu mandinya ya”, katanya.
“Udah selesai kok om”, jawabku. Dia duduk di meja makan. Aku
mengambilkan teh untuknya dan kemudian masuk ke kamar. Tak lama kemudian
aku keluar hanya mengenakan daster tipis berbahan licin, tonjolan
toketku membusung. Aku tidak mengenakan bra, sehingga kedua pentilku
tampak jelas sekali tercetak di dasterku. Aku mengambil toples berisi
kue dari lemari makan. Pada posisi membelakanginya, pasti dia menatap
tubuhku dari belakang. Kita ngobrol ngalor ngidul soal macem2. Dia
menatapku dari dekat tanpa rasa risih. Aku tidak menyadari bahwa belahan
daster di dadaku mempertontonkan toketku yang montok kala agak
merunduk. Akhirnya pembicaraan menyerempet soal sex. “Sin, kamu gak puas
ya sama suami kamu”, kataku to the point. Aku tertunduk malu, mukaku
semu kemerahan. “Kok om tau sih”, jawabku lirih. “Om kan pernah denger
kamu melenguh awalnya, cuma akhirnya mengeluh. Suami kamu cepet
ngecretnya ya”, katanya lagi. “Iya om, cepet banget keluarnya. Sintia
baru mulai ngerasa enak, dia udah keluar. Kesel deh jadinya, kaya Sintia
cuma jadi pemuas napsunya aja”, aku mulai curhat. Dia hanya
mendengarkan curhatanku saja. “Om, mandi dulu deh, udah waktunya makan.
Sintia nyiapin makan dulu ya”, kataku mengakhiri pembicaraan seru.
“Kirain Sintia nawarin mau mandiin”, godanya. “Ih si om, genit”, jawabku
tersipu. “Kalo Sintia mau, om gak keberatan lo”, jawabnya lagi. Aku
tidak menjawab hanya berlalu ke dapur, menyiapkan makan. Sementara itu
dia masuk kamarnya dan mandi. Selesai mandi, dia hanya memakai celana
pendek dan kaos. Kelihatannya dia tidak mengenakan CD karena kontolnya
yang ternyata ngaceng berat kelihatan jelas tercetak di celana
pendeknya. Aku diam saja melihat ngacengnya kontolnya dari luar celana
pendeknya. Rupanya om terangsang ketika ngobrol seru sebelum dia mandi
itu. Ketika makan malem, kita ngobrol soal yang lain, aku berusaha tidak
mengarahkan pembicaraan kearah yang tadi. Tetapi om masih diabawah
pengaruh napsu berahinya. Dia menatapku dengan pandangan yang seakan2
mau menelanjangiku.
Selesai makan, aku membereskan piring dan gelas. Sekembalinya dari
dapur, aku terpeleset sehingga terjatuh. Rupanya ada air yang tumpah
ketika aku membawa peralatan makan ke dapur. Betis kanan ku membentur
rak kayu. “Aduh”, aku mengerang kesakitan. Dia segera menolongnya.
Punggung dan pinggulku diraihnya. Dia membopong ku kekamarku. Dia
meletakkan aku di ranjang. Belahan dasterku terbuka lebih lebar sehingga
dia dapat dengan leluasa melihat kemontokan toketku. Aku berusaha
meraih betisku yang terbentur rak tadi. Kulihat bekas benturan tadi
membuat sedikit memar di betis ku. Dia pun berusaha membantuku.
Diraihnya betisku seraya diraba dan diurut bagian betis yang memar
tersebut. “Pelan om, sakit”, erangku lagi. Sambil terus memijit betisku,
dia memandang wajahku. Mataku akhirnya terpejam. Nafasku jadi teratur.
Aku sudah tertidur. Mungkin karena lelah seharian membereskan rumah.
Mendadak aku terbangun karena om membuka dasterku. “Om, Sintia mau
diapain”, kataku lirih. Dia terkejut dan segera menghentikan aksinya.
Dia memandangi tubuh mulusku tanpa daster yang menghalanginya. Tubuh
molekku sungguh membangkitkan birahi. toket yang besar membusung,
pinggang yang ramping, dan pinggul yang besar melebar. pentilku berdiri
tegak. Rupanya selama aku tertidur, dia menggerayangi sekujur tubuhku
sehingga naspunya tak terbendung lagi. Dia sudah bertelanjang bulat. Aku
terkejut melihat kontolnya yang begitu besar dan panjang (dibandingkan
dengan kontol suamiku) dalam keadaan sangat tegang. Napsuku bangkit juga
melihat kontolnya, timbul hasratku untuk merasakan bagaimana nikmatnya
kalo kontol besar itu menggesek keluar masuk nonokku.
“Sin, om mau ngasi kenikmatan sama kamu, mau enggak”, katanya
perlahan sambil mencium toket ku yang montok. Aku diam saja, mataku
terpejam. Dia mengendus-endus kedua toketku yang berbau harum sambil
sesekali mengecupkan bibir dan menjilatkan lidahnya. pentil toket
kananku dilahap ke dalam mulutnya. Badanku sedikit tersentak ketika
pentil itu digencet perlahan dengan menggunakan lidah dan gigi atasnya.
“Om…”, rintihku, tindakannya membangkitkan napsuku juga. Aku menjadi
sangat ingin merasakan kenikmatan dientot, sehingga aku diam saja
membiarkan dia menjelajahi tubuhku. Disedot-sedotnya pentil toketku
secara berirama. Mula-mula lemah, lama-lama agak diperkuat sedotannya.
Diperbesar daerah lahapan bibirnya. Kini pentil dan toket sekitarnya
yang berwarna kecoklatan itu semua masuk ke dalam mulutnya. Kembali
disedotnya daerah tersebut dari lemah-lembut menjadi agak kuat. Mimik
wajahku tampak sedikit berubah, seolah menahan suatu kenikmatan. Kedua
toketku yang harum itu diciumi dan disedot-sedot secara berirama. Sambil
terus menggumuli toketku dengan bibir, lidah, dan wajahnya, dia terus
menggesek-gesekkan kontol di kulit pahaku yang halus dan licin.
Dibenamkannya wajahnya di antara kedua belah gumpalan dada ku.
Perlahan-lahan dia bergerak ke arah bawah. Digesek-gesekkan wajahnya di
lekukan tubuhku yang merupakan batas antara gumpalan toket dan kulit
perutku. Kiri dan kanan diciumi dan dijilatinya secara bergantian.
Kecupan-kecupan bibir, jilatan-jilatan lidah, dan endusan-endusan
hidungnya pun beralih ke perut dan pinggangku. Sementara gesekan-gesekan
kepala kontolnya pindah ke betisku. Bibir dan lidahnya menyusuri perut
sekeliling pusarku yang putih mulus. Wajahnya bergerak lebih ke bawah.
Dengan nafsu yang menggelora dia memeluk pinggulku secara
perlahan-lahan. Kecupannya pun berpindah ke CD tipis yang membungkus
pinggulku. Ditelusurinya pertemuan antara kulit perut dan CD, ke arah
pangkal paha. Dijilatnya helaian-helaian rambut jembutku yang keluar
dari CDku. Lalu diendus dan dijilatnya CD pink itu di bagian belahan
bibir nonokku. Aku makin terengah menahan napsuku, sesekali aku melenguh
menahan kenikmatan yang kurasakan.
Dia bangkit. Dengan posisi berdiri di atas lutut dikangkanginya
tubuhku. kontolnya yang tegang ditempelkan di kulit toketku. Kepala
kontol digesek-gesekkan di toketku yang montok itu. Sambil mengocok
batangnya dengan tangan kanannya, kepala kontolnya terus digesekkan di
toketku, kiri dan kanan. Setelah sekitar dua menit dia melakukan hal
itu. Diraih kedua belah gumpalan toketku yang montok itu. Dia berdiri di
atas lutut dengan
mengangkangi pinggang ramping ku dengan posisi badan sedikit membungkuk.
kontolnya dijepitnya dengan kedua gumpalan toketku. Perlahan-lahan
digerakkannya maju-mundur kontolnya di cekikan kedua toket ku. Di kala
maju, kepala kontolnya terlihat mencapai pangkal leherku yang jenjang.
Di kala mundur, kepala kontolnya tersembunyi di jepitan toketku.
Lama-lama gerak maju-mundur kontolnya bertambah cepat, dan kedua toketku
ditekannya semakin keras dengan telapak tangannya agar jepitan di
kontolku semakin kuat. Dia pun merem melek menikmati enaknya jepitan
toketku. Akupun mendesah-desah tertahan, “Ah… hhh… hhh… ah…”
kontolnya pun mulai melelehkan sedikit cairan. Cairan tersebut
membasahi belahan toketku. Gerakan maju-mundur kontolnya di dadaku yang
diimbangi dengan tekanan-tekanan dan remasan-remasan tangannya di kedua
toketnya, menyebabkan cairan itu menjadi teroles rata di sepanjang
belahan dadaku yang menjepit kontolku. Cairan tersebut menjadi pelumas
yang memperlancar maju-mundurnya kontolnya di dalam jepitan toketku.
Dengan adanya sedikit cairan dari kontolnya tersebut dia terlihat
merasakan keenakan dan kehangatan yang luar biasa pada gesekan-gesekan
batang dan kepala kontolnya dengan toketku. “Hih… hhh… … Luar biasa
enaknya…,” dia tak kuasa menahan rasa enak yang tak terperi. Nafasku
menjadi tidak teratur. Desahan-desahan keluar dari bibirku , yang kadang
diseling desahan lewat hidungku, “Ngh… ngh… hhh… heh… eh… ngh…”
Desahan-desahanku semakin membuat nafsunya makin memuncak.
Gesekan-gesekan maju-mundurnya kontolnya di jepitan toketku semakin
cepat. kontolku semakin tegang dan keras. “Enak sekali, Sin”, erangnya
tak tertahankan. Dia menggerakkan kontolnya maju-mundur di jepitan
toketku dengan semakin cepat. Alis mataku bergerak naik turun seiring
dengan desah-desah perlahan bibirku akibat tekanan-tekanan,
remasan-remasan, dan kocokan-kocokan di toketku. Ada sekitar lima menit
dia menikmati rasa keenakan luar biasa di jepitan toketku itu.
Toket sebelah kanan dilepas dari telapak tangannya. Tangan kanannya
lalu membimbing kontol dan menggesek-gesekkan kepala kontol dengan
gerakan memutar di kulit toketku yang halus mulus. Sambil jari-jari
tangan kirinya terus meremas toket kiriku, kontolnya digerakkan
memutar-mutar menuju ke bawah. Ke arah perut. Dan di sekitar pusarku,
kepala kontolnya digesekkan memutar di kulit perutku yang putih mulus,
sambil sesekali disodokkan perlahan di lobang pusarku. Dicopotnya CD
minimku. Pinggulku yang melebar itu tidak berpenutup lagi. Kulit perutku
yang semula tertutup CD tampak jelas sekali. Licin, putih, dan amat
mulus. Di bawah perutku, jembutku yang hitam lebat menutupi daerah
sekitar nonokku. Kedua paha mulusku direnggangkannya lebih lebar. Kini
hutan lebat di bawah perutku terkuak, mempertontonkan nonokku. Dia pun
mengambil posisi agar kontolnya dapat mencapai nonokku dengan mudahnya.
Dengan tangan kanan memegang kontol, kepalanya digesek-gesekkannya ke
jembutku. Kepala kontolnya bergerak menyusuri jembut menuju ke nonokku.
Digesek-gesekkan kepala kontol ke sekeliling bibir nonokku. Terasa geli
dan nikmat. Kepala kontol digesekkan agak ke arah nonokku. Dan menusuk
sedikit ke dalam. Lama-lama dinding mulut nonokku menjadi basah.
Digetarkan perlahan-lahan kontolnya sambil terus memasuki nonokku.
Kini seluruh kepala kontolnya yang berhelm pink tebenam dalam jepitan
mulut nonokku. Kembali dari mulutku keluar desisan kecil karena nikmat
tak terperi. Kontolnya semakin tegang. Sementara dinding mulut nonokku
terasa semakin basah. Perlahan-lahan kontolnya ditusukkan lebih ke
dalam. Kini tinggal separuh kontol yang tersisa di luar. Secara perlahan
dimasukkan kontolnya ke dalam nonokku. Terbenam sudah seluruh kontolnya
di dalam nonokku. Sekujur kontol sekarang dijepit oleh nonokku . Secara
perlahan-lahan digerakkan keluar-masuk kontolnya ke dalam nonokku.
Sewaktu keluar, yang tersisa di dalam nonokku hanya kepalanya saja.
Sewaktu masuk seluruh kontol terbenam di dalam nonokku sampai batas
pangkalnya. Dia terus memasuk-keluarkan kontolnya ke lobang nonokku.
Alis mataku terangkat naik setiap kali kontolnya menusuk masuk nonokku
secara perlahan. Bibir segarku yang sensual sedikit terbuka, sedang
gigiku terkatup rapat. Dari mulut sexy ku keluar desis kenikmatan,
“Sssh…sssh… hhh… hhh… ssh… sssh…” Dia terus mengocok perlahan-lahan
nonokku. Enam menit sudah hal itu berlangsung. Kembali dikocoknya secara
perlahan nonokku sampai selama dua menit. Kembali ditariknya kontolnya
dari nonokku. Namun tidak seluruhnya, kepala kontol masih dibiarkannya
tertanam dalam nonokku. Sementara kontol dikocoknya dengan jari-jari
tangan kanannya dengan cepat
Rasa enak itu agaknya kurasakan pula. Aku mendesah-desah akibat
sentuhan-sentuhan getar kepala kontolnya pada dinding mulut nonokku,
“Sssh… sssh… zzz…ah… ah… hhh…” Tiga menit kemudian dimasukkannya lagi
seluruh kontolnya ke dalam nonokku. Dan dikocoknya perlahan. Sampai
kira-kira empat menit. Lama-lama dia mempercepat gerakan keluar-masuk
kontolnya pada nonokku. Sambil tertahan-tahan, dia mendesis-desis, “Sin…
nonokmu luar biasa… nikmatnya…”
Gerakan keluar-masuk secara cepat itu berlangsung sampai sekitar
empat menit. Tiba-tiba dicopotnya kontol dari nonokku. Segera dia
berdiri dengan lutut mengangkangi tubuhku agar kontolnya mudah mencapai
toketku. Kembali diraihnya kedua belah toket montok ku untuk menjepit
kontolnya yang berdiri dengan amat gagahnya. Agar kontolnya dapat
terjepit dengan enaknya, dia agak merundukkan badannya. Kontol
dikocoknya maju-mundur di dalam jepitan toketku. Cairan nonokku yang
membasahi kontolnya kini merupakan pelumas pada gesekan-gesekan
kontolnya dan kulit toketku. “Oh…hangatnya… Sssh… nikmatnya…Tubuhmu
luarrr biasa…”, dia merintih-rintih keenakan. Akus juga mendesis-desis
keenakan, “Sssh.. sssh… sssh…” Gigiku tertutup rapat. Alis mataku
bergerak ke atas ke bawah. Dia mempercepat maju-mundurnya kontolnya. Dia
memperkuat tekanan pada toketku agar kontolnya terjepit lebih kuat.
Karena basah oleh cairan nonokku, kepala kontolnya tampak amat mengkilat
di saat melongok dari jepitan toketku. Leher kontol yang berwarna
coklat tua dan helm kontol yang berwarna pink itu menari-nari di jepitan
toketku. Semakin dipercepat kocokan kontolnya pada toketku. Tiga menit
sudah kocokan hebat kontolnya di toket montok ku berlangsung. Dia makin
cepat mengocokkan kontol di kempitan toket indah ku. Akhirnya dia tak
kuasa lagi membendung jebolnya tanggul pertahanannya. “Sin..!” pekiknya
dengan tidak tertahankan. Matanya membeliak-beliak. Jebollah
pertahanannya. Kontolnya menyemburkan peju. Crot! Crot! Crot! Crot!
Pejunya menyemprot dengan derasnya. Sampai empat kali. Kuat sekali
semprotannya, sampai menghantam rahangku. Peju tersebut berwarna putih
dan kelihatan sangat kental. Dari rahang peju mengalir turun ke arah
leherku. Peju yang tersisa di dalam kontolnya pun menyusul keluar dalam
tiga semprotan. Cret! Cret! Cret! Kali ini semprotannya lemah. Semprotan
awal hanya sampai pangkal leherku, sedang yang terakhir hanya jatuh di
atas
belahan toketku. Dia menikmati akhir-akhir kenikmatan. “Luar biasa…Sin,
nikmat sekali tubuhmu…,” dia bergumam. “Kok gak dikeluarin di dalem aja
om”, kataku lirih. “Gak apa kalo om ngecret didalem Sin”, jawabnya. “Gak
apa om, Sintia pengen ngerasain esemprot peju anget. Tapi Sintia
ngerasa nikmat sekali om, belum pernah Sintia ngerasain kenikmatan
seperti ini”, kataku lagi. “Ini baru ronde pertama Sin, mau lagi kan
ronde kedua”, katanya. “Mau om, tapi ngecretnya didalem ya”, jawabku.
“Kok tadi kamu diem aja Sin”, katanya lagi. “Bingung om, tapi nikmat”,
jawabku sambil tersenyum. “Engh…” aku menggeliatkan badanku. Dia segera
mengelap kontol dengan tissue yang ada di atas meja, dan memakai celana
pendek. Beberapa lembar tissue diambil untuk mengelap peju yang
berleleran di rahang, leher, dan toketku. Ada yang tidak dapat dilap,
yakni cairan peju yang sudah terlajur jatuh di rambut ku. “Mo kemana
om”, tanyaku. “Mo ambil minum dulu”, jawabnya. “Kok celananya dipake,
katanya mau ronde kedua”, kataku. Aku sudah pengen dia menggelutiku
sekali lagi.
Dia kembali membawa gelas berisi air putih, diberikannya kepada ku
yang langsung kutenggak sampe habis. Dia keluar lagi untuk mengisi gelas
dengan air dan kembali lagi ke kekamar. Masih tidak puas dia memandangi
toket indahku yang terhampar di depan matanya. Dia memandang ke arah
pinggangku yang ramping dan pinggulku yang melebar indah. Terus
tatapannya jatuh ke nonokku yang dikelilingi oleh jembut hitam jang
lebat. Aku ingin mengulangi permainan tadi, digeluti, didekap kuat.
Mengocok nonokku dengan kontolnya dengan irama yang menghentak-hentak
kuat. Dan dia dapat menyemprotkan pejunya di dalam nonokku sambil
merengkuh kuat-kuat tubuhnya saat aku nyampe. Nafsuku terbakar.
“Sin…,” desahnya penuh nafsu. Bibirnya pun menggeluti bibirku. Bibir
sensualku yang menantang itu dilumat-lumat dengan ganasnya. Sementara
aku pun tidak mau kalah. Bibirku pun menyerang bibirnya dengan
dahsyatnya, seakan tidak mau kedahuluan oleh lumatan bibirnya. Kedua
tangannyapun menyusup diantara lenganku. Tubuhku sekarang berada dalam
dekapannya. Dia mempererat dekapannya, sementara aku pun mempererat
pelukanku pada dirinya. Kehangatan tubuhnya terasa merembes ke badanku,
toketku yang membusung terasa semakin menekan dadanya. Aku meremas-remas
kulit punggungnya. Aku mencopot celananya dan merangkul punggungnya
lagi. Dia kembali mendekap erat tubuhku sambil melumat kembali bibirku.
Dia terus mendekap tubuhku sambil saling melumat bibir. Sementara tangan
kami saling meremas-remas kulit punggung. Kehangatan menyertai tubuh
bagian depan kami yang saling menempel. Kini kurasakan toketku yang
montok menekan ke dadanya. Dan ketika saling sedikit bergeseran,
pentilku seolah-olah menggelitiki dadanya. Kontolnya terasa hangat dan
mengeras. Tangan kirinya pun turun ke arah perbatasan pinggang ramping
dan pinggul besar ku, menekannya kuat-kuat dari belakang ke arah
perutnya. Kontolnya tergencet diantara perut bawahku dan perut bawahnya.
Sementara bibirnya bergerak ke arah leherku, diciumi, dihisap-hisap
dengan hidungnya, dan dijilati dengan lidahnya. “Ah… geli… geli…,”
desahku sambil menengadahkan kepala, agar seluruh leher sampai daguku
terbuka dengan luasnya. Aku pun membusungkan dadaku dan melenturkan
pinggangku ke depan. Dengan posisi begitu, walaupun wajahnya dalam
keadaan menggeluti leherku, tubuh kami dari dada hingga bawah perut
tetap dapat menyatu dengan rapatnya. Tangan kanannya lalu bergerak ke
dadaku yang montok, dan meremas-remas toketku dengan perasaan gemas.
Setelah puas menggeluti leherku, wajahnya turun ke arah belahan
dadaku. Dia berdiri dengan agak merunduk. Tangan kirinya pun menyusul
tangan kanan, yakni bergerak memegangi toket. Digeluti belahan toketku,
sementara kedua tangannya meremas-remas kedua belah toketku sambil
menekan-nekankannya ke arah wajahnya. Digesek-gesekkan memutar wajahnya
di belahan toketku. Bibirnya bergerak ke atas bukit toket sebelah kiri.
Diciuminya bukit toketku, dan dimasukkan pentil toketku ke dalam
mulutnya. Kini dia menyedot-sedot pentil toket kiriku. Dimainkan
pentilku di dalam mulutnya dengan lidah. Sedotan kadang diperbesar ke
puncak bukit toket di sekitar pentil yang berwarna coklat. “Ah… ah…
om…geli…,” aku mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan.
Dia memperkuat sedotannya. Sementara tangannya meremas kuat toket
sebelah kanan. Kadang remasan diperkuat dan diperkecil menuju puncak,
dan diakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jarinya
pada pentilku. “Om… hhh… geli… geli… enak… enak… ngilu…ngilu…” Dia
semakin gemas. Toketku dimainkan secara bergantian, antara sebelah kiri
dan sebelah kanan. Bukit toket kadang disedot sebesar-besarnya dengan
tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yang disedot hanya pentilku dan
dicepit dengan gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang diremas dengan
daerah tangkap sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang
hanya dipijit-pijit dan dipelintir-pelintir kecil pentil yang mencuat
gagah di puncaknya. “Ah…om… terus… hzzz…
ngilu… ngilu…” aku mendesis-desis keenakan. Mataku kadang
terbeliak-beliak. Geliatan tubuhku ke kanan-kiri semakin sering
frekuensinya.
Sampai akhirnya aku tidak kuat melayani serangan-serangan awalnya.
Jari-jari tangan kananku yang mulus dan lembut menangkap kontolnya yang
sudah berdiri dengan gagahnya. “Om.. kontolnya besar ya”, ucapku. Sambil
membiarkan mulut, wajah, dan tangannya terus memainkan dan menggeluti
kedua belah toketku, jari-jari lentik tangan kananku meremas-remas
perlahan kontolnya secara berirama. Dia merengkuh tubuhku dengan
gemasnya. Dikecupnya kembali daerah antara telinga dan leherku. Kadang
daun telinga sebelah bawahnya dikulum dalam mulutnya dan dimainkan
dengan lidahnya. Kadang ciumannya berpindah ke punggung leherku yang
jenjang. Dijilati pangkal helaian rambutku yang terjatuh di kulit
leherku. Sementara tangannya mendekap dadaku dengan eratnya. Telapak dan
jari-jari tangannya meremas-remas kedua belah toketku. Remasannya
kadang sangat kuat, kadang melemah. Sambil telunjuk dan ibu jari tangan
kanannya menggencet dan memelintir perlahan pentil toket kiriku,
sementara tangan kirinya meremas kuat bukit toket kananku dan bibirnya
menyedot kulit mulus pangkal leherku yang bebau harum, kontolnya
digesek-gesekkan dan ditekan-tekankan ke perutku. Aku pun menggelinjang
ke kiri-kanan. “Ah… om… ngilu… terus om… terus… ah… geli… geli…terus…
hhh… enak… enaknya… enak…,” aku merintih-rintih sambil terus berusaha
menggeliat ke kiri-kanan dengan berirama sejalan dengan permainan
tangannya di toketku. Akibatnya pinggulku menggial ke kanan-kiri. “Sin..
enak sekali Sin… sssh… luar biasa… enak sekali…,” diapun mendesis-desis
keenakan. “Om keenakan ya? kontol om terasa besar dan keras sekali
menekan perut Sintia. Wow… kontol om terasa hangat di kulit perut
Sintia. Tangan om nakal sekali … ngilu,…,” rintihku. “Jangan mainkan
hanya pentilnya saja… geli… remas seluruhnya saja…” aku semakin
menggelinjang-gelinjang dalam dekapan eratnya. Aku sudah makin liar saja
desahannya, aku sangat menikmati gelutannya, lupa bahwa dia ini om
suamiku. “Om.. remasannya kuat sekali… Tangan om nakal sekali..Sssh…
sssh… ngilu… ngilu…Ak… kontol om … besar sekali… kuat sekali…”
Aku menarik wajahnya mendekat ke wajahku. Bibirku melumat bibirnya
dengan ganasnya. Dia pun tidak mau kalah. Dilumatnya bibirku dengan
penuh nafsu yang menggelora, sementara tangannya mendekap tubuhku dengan
kuatnya. Kulit punggungku yang teraih oleh telapak tangannya
diremas-remas dengan gemasnya. Kemudian dia menindihi tubuhku. Kontolnya
terjepit di antara pangkal pahaku dan perutnya bagian bawah. Akhirnya
dia tidak sabar lagi. Bibirnya kini berpindah menciumi dagu dan leherku,
sementara tangannya membimbing kontolnya untuk mencari nonokku.
Diputar-putarkan dulu kepala kontolnya di kelebatan jembut disekitar
bibir nonokku. Aku meraih kontolnya yang sudah amat tegang. Pahaku yang
mulus itu terbuka agak lebar. “Om kontolnya besar dan keras sekali”
kataku sambil mengarahkan kepala kontolnya ke nonokku. Kepala kontolnya
menyentuh bibir nonokku yang sudah basah. Dengan perlahan-lahan dan
sambil digetarkan, kontol ditekankan masuk ke kunonok. Kini seluruh
kepala kontolnya pun terbenam di dalam nonokku. Dia menghentikan gerak
masuk kontolnya.
“Om… teruskan masuk… Sssh… enak… jangan berhenti sampai situ saja…,”
aku protes atas tindakannya. Namun dia tidak perduli. Dibiarkan
kontolnya hanya masuk ke nonokku hanya sebatas kepalanya saja, namun
kontolnya digetarkan dengan amplituda kecil. Sementara bibir dan
hidungnya dengan ganasnya menggeluti leherku yang jenjang, lengan
tanganku yang harum dan mulus, dan ketiakku yang bersih dari bulu. Aku
menggelinjang-gelinjang dengan tidak karuan. “Sssh… sssh…enak… enak…
geli… geli, om. Geli… Terus masuk, om..” Bibirnya mengulum kulit lengan
tanganku dengan kuat-kuat. Sementara tenaga dikonsentrasikan pada
pinggulnya. Dan… satu… dua… tiga! kontolnya ditusukkan sedalam-dalamnya
ke dalam nonokku dengan sangat cepat dan kuat. Plak! Pangkal pahanya
beradu dengan pangkal pahaku yang sedang dalam posisi agak membuka
dengan kerasnya. Sementara kontolnya bagaikan diplirid oleh bibir
nonokku yang sudah basah dengan kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt!
“Auwww!” pekikku. Dia diam sesaat, membiarkan kontolnya tertanam
seluruhnya di dalam nonokku tanpa bergerak sedikit pun. “Sakit om… ”
kataku sambil meremas punggungnya dengan keras. Dia pun mulai
menggerakkan kontolnya keluar-masuk nonokku. Seluruh bagian kontolnya
yang masuk nonokku dipijit-pijit dinding lobang nonokku dengan agak
kuatnya. “Bagaimana Sin, sakit?” tanyaku. “Sekarang sudah enggak om…ssh…
enak sekali… enak sekali… kontol om besar dan panjang sekali…
sampai-sampai menyumpal penuh seluruh penjuru nonok Sintia..,” jawabku.
Dia terus memompa nonokku dengan kontolnya perlahan-lahan. Toketku yang
menempel di dadanya ikut terpilin-pilin oleh dadanya akibat gerakan
memompa tadi. Kedua pentilku yang sudah mengeras seakan-akan
mengkilik-kilik dadanya. Kontolnya diiremas-remas dengan berirama oleh
otot-otot nonokku sejalan dengan genjotannya tersebut. Sementara setiap
kali menusuk masuk kepala kontolnya menyentuh suatu daging hangat di
dalam nonokku. Sentuhan tersebut serasa geli-geli nikmat.
Dia mengambil kedua kakiku dan mengangkatnya. Sambil menjaga agar
kontolnya tidak tercabut dari nonokku, dia mengambil posisi agak
jongkok. Betis kananku ditumpangkan di atas bahunya, sementara betis
kiriku didekatkan ke wajahnya. Sambil terus mengocok nonokku perlahan
dengan kontolnya, betis kiriku yang amat indah itu diciumi dan dikecupi
dengan gemasnya. Setelah puas dengan betis kiri, ganti betis kanannya
yang diciumi dan digeluti, sementara betis kiriku ditumpangkan ke atas
bahunya. Begitu hal tersebut dilakukan beberapa kali secara bergantian,
sambil mempertahankan gerakan kontolnya maju-mundur perlahan di nonok
ku. Setelah puas dengan cara tersebut, dia meletakkan kedua betisku di
bahunya, sementara kedua telapak tangannya meraup kedua belah toketku.
Masih dengan kocokan kontol perlahan di nonokku, tangannya meremas-remas
toket montok ku. Kedua gumpalan daging kenyal itu diremas kuat-kuat
secara berirama. Kadang kedua pentilku digencet dan dipelintir-pelintir
secara perlahan. Pentilku semakin mengeras, dan bukit toketku semakin
terasa kenyal di telapak tangannya. Aku pun merintih-rintih keenakan.
Mataku merem-melek, dan alisku mengimbanginya dengan sedikit gerakan
tarikan ke atas dan ke bawah. “Ah… om, geli… geli… … Ngilu om, ngilu…
Sssh… sssh… terus om, terus…. kontol om membuat nonok Sintia merasa enak
sekali… Nanti jangan dingecretinkan di luar nonok, ya om. Ngecret di
dalam saja… ” Dia mulai mempercepat gerakan masuk-keluar kontolnya di
nonokku. “Ah-ah-ah… bener, om. Bener… yang cepat…Terus om, terus… ” Dia
bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihanku.
Tenaganya menjadi berlipat ganda. Ditingkatkan kecepatan keluar-masuk
kontolnya di nonokku. Terus dan terus. Seluruh bagian kontolnya
diremas-remas dengan cepatnya oleh nonokku. Aku menjadi merem-melek.
Begitu juga dirinya, dia pun merem-melek dan mendesis-desis karena
merasa keenakan yang luar biasa.
“Sssh… sssh… Sin… enak sekali… enak sekali nonokmu… enak sekali
nonokmu…” “Ya om, Sintia juga merasa enak sekali… terusss…terus om,
terusss…” Dia meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kontolnya pada
nonokku. “Om… sssh… sssh… Terus… terus… Sintia hampir nyampe…sedikit
lagi… sama-sama ya om…,” aku jadi mengoceh tanpa kendali. Dia mengayuh
terus. Sementara itu nonokku berdenyut dengan hebatnya. “Om…
Ah-ah-ah-ah-ah… Mau keluar om… mau keluar..ah-ah-ah-ah-ah… sekarang
ke-ke-ke…” Tiba-tiba kontolnya dijepit oleh dinding nonok ku dengan
sangat kuatnya. Di dalam nonokku, kontolnya disemprot oleh cairan yang
keluar dari nonokku dengan cukup derasnya. Dan aku meremas lengan
tangannya dengan sangat kuatnya. Aku pun berteriak tanpa kendali:
“…keluarrr…!” Mataku membeliak-beliak. Sekejap tubuh kurasakan
mengejang.
Dia pun menghentikan genjotannya. Kontolnya yang tegang luar biasa
dibiarkan tertanam dalam nonokku. Aku memejam beberapa saat dalam
menikmati puncak. Setelah sekitar satu menit berlangsung, remasan
tanganku pada lengannya perlahan-lahan mengendur. Kelopak mataku pun
membuka, memandangi wajahnya. Sementara jepitan dinding nonokku pada
kontolnya berangsur-angsur melemah, walaupun kontolnya masih tegang dan
keras. Kedua kakiku lalu diletakkan kembali di atas ranjang dengan
posisi agak membuka. Dia kembali menindih tubuh telanjangku dengan
mempertahankan agar kontolnya yang tertanam di dalam nonokku tidak
tercabut.
“Om… luar biasa… rasanya seperti ke langit ke tujuh,” kataku dengan
mimik wajah penuh kepuasan. Kontolnya masih tegang di dalam nonokku.
Kontolnya masih besar dan keras. Dia kembali mendekap tubuhku. Kontolnya
mulai bergerak keluar-masuk lagi di nonokku, namun masih dengan gerakan
perlahan. Dinding nonokku secara berangsur-angsur terasa mulai
meremas-remas kontolnya. Namun sekarang gerakan kontolnya lebih lancar
dibandingkan dengan tadi. Pasti karena adanya cairan yang disemprotkan
oleh nonokku beberapa saat yang lalu. “Ahhh…om… langsung mulai lagi…
Sekarang giliran om.. semprotkan peju om di nonok Sintia.. Sssh…,” aku
mulai mendesis-desis lagi. Bibirnya mulai memagut bibirku dan
melumat-lumatnya dengan gemasnya. Sementara tangan kirinya ikut
menyangga berat badannya, tangan kanannya meremas-remas toket ku serta
memijit-mijit pentilnya, sesuai dengan irama gerak maju-mundur kontolnya
di nonokku. “Sssh… sssh… sssh… enak om, enak… Terus…teruss… terusss…,”
desisku. Sambil kembali melumat bibirku dengan kuatnya, dia mempercepat
genjotan kontolnya di nonokku. Pengaruh adanya cairan di dalam nonokku,
keluar-masuknya kontol pun diiringi oleh suara, “srrt-srret srrrt-srrret
srrt-srret…” Aku tidak henti-hentinya merintih kenikmatan, “Om… ah… “
Kontolnya semakin tegang. Dilepaskannya tangan kanannya dari toketku.
Kedua tangannya kini dari ketiak ku menyusup ke bawah dan memeluk
punggungku. Akupun memeluk punggungnya dan mengusap-usapnya. Dia pun
memulai serangan dahsyatnya. Keluar-masuknya kontolnya ke dalam nonok ku
sekarang berlangsung dengan cepat dan bertenaga. Setiap kali masuk,
kontol dihunjamkan keras-keras agar menusuk nonokku sedalam-dalamnya.
Kontolnya bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding nonokku.
Sampai di langkah terdalam, aku membeliak sambil mengeluarkan seruan
tertahan, “Ak!” Sementara daging pangkal pahanya bagaikan menampar
daging pangkal pahaku sampai berbunyi: plak! Di saat bergerak keluar
nonokku, kontolnya dijaga agar kepalanya tetap tertanam di nonokku.
Remasan dinding nonokku pada kontolnya pada gerak keluar ini sedikit
lebih lemah dibanding dengan gerak masuknya. Bibir nonokku yang mengulum
kontolnya pun sedikit ikut tertarik keluar. Pada gerak keluar ini aku
mendesah, “Hhh…” Dia terus menggenjot nonokku dengan gerakan cepat dan
menghentak-hentak. Aku meremas punggungnya kuat-kuat di saat kontol
dihunjam masuk sejauh-jauhnya ke nonokku. Beradunya daging pangkal paha
menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak! Plak! Pergeseran antara kontolnya
dan nonokku menimbulkan bunyi srottt-srrrt… srottt-srrrt… srottt-srrrt…
Kedua nada tersebut diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecilku: “Ak! Hhh…
Ak! Hhh… Ak! Hhh…” “Sin… Enak sekali Sin… nonokmu enak sekali… nonokmu
hangat sekali… jepitan nonokmu enak sekali…” “Om… terus om…,” rintihku,
“enak om… enaaak… Ak! Hhh…” Diapun mengocokkan kontolnya ke nonokku
dengan semakin cepat dan kerasnya. Setiap masuk ke dalam, kontolnya
berusaha menusuk lebih dalam lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan
langkah masuk sebelumnya. “Sin… aku… aku…” Karena menahan rasa nikmat
yang luar biasa dia tidak mampu menyelesaikan ucapannya yang memang
sudah terbata-bata itu. “Om, Ines… mau nyampe lagi… Ak-ak-ak… aku nyam…”
Tiba-tiba kontolnya mengejang dan berdenyut dengan amat dahsyatnya.
Dia tidak mampu lagi menahan lebih lama lagi. Namun pada saat itu juga
tiba-tiba dinding nonok ku mencekik kuat sekali. Dengan cekikan yang
kuat dan enak sekali itu, dia tidak mampu lagi menahan jebolnya
bendungan pejunya. Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala kontolnya disemprot
cairan nonokku, bersamaan dengan pekikanku, “…nyampee…!” Tubuhku
mengejang dengan mata membeliak-beliak. “Sin…!” dia melenguh keras-keras
sambil merengkuh tubuhku sekuat-kuatnya. Wajahnya dibenamkan kuat-kuat
di leherku yang jenjang. Pejunya pun tak terbendung lagi. Crottt!
Crottt! Crottt! Pejunya menyembur dengan derasnya, menyemprot dinding
nonokku yang terdalam. Kontolnya yang terbenam semua di dalam nonokku
terasa berdenyut-denyut.
Beberapa saat lamanya kami terdiam dalam keadaan berpelukan erat
sekali. Dia menghabiskan sisa-sisa peju dalam kontolnya. Cret! Cret!
Cret! kontolnya menyemprotkan lagi peju yang masih tersisa ke dalam
nonokku. Kali ini semprotannya lebih lemah. Perlahan-lahan baik tubuhku
maupun tubuhnya tidak mengejang lagi. Dia menciumi leher mulusku dengan
lembutnya, sementara aku mengusap-usap punggungnya dan mengelus-elus
rambutnya. Aku merasa puas sekali dientot om.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar